Pengalaman datang silih berganti. Selalu saja meninggalkan jejak sebagai modal untuk melangkah dalam kerasnya kehidupan. Ada cerita, ada kisah, ada tauladan yang dapat diambil dan dicatatkan dalam sejarah.
Satu kata, sepuluh, seribu bahkan jutaan kata pun yang keluar akan memberi warna tersendiri. Tak akan pernah ada yang mampu menghentikan jalannya tinta. Biarkan saja dia berlalu kemanapun dia berlabuh. Diujung sana telah menanti sejuta pemikiran mengartikan tiap kata dan kalimat yang pernah tertoreh dalam sejarah.
Pena itu pernah patah. Tatkala hati tak mampu untuk berkata jujur tentang mata dunia yang kabur. Pena itu pernah terhempas. Manakala pemikiran-pemikiran hadir menghiasi ruang yang sesak dengan pujian dan cacimaki.
Pena itu bukanlah pena yang memiliki tinta emas. Tak jua dia menuliskan kilauan-kilauan yang membutakan hati. Bukan juga dia bertinta bening yang tak tampak oleh pemikiran pekat yang selalu mencoba untuk mengartikan.
Pena patah itu berisi tinta air mata. Yang terkadang menuliskan keharuan melihat diri yang angkuh menemui cakrawala yang sederhana. Pena patah itu juga sering kali menuliskan air mata cerita kebahagiaan yang tersenyum melihat perjalanan tak berarti di mata manusia yang lain.
Jangan pernah kau patahkan pena itu lagi. Rasakan sakitnya ketika pena itu dan pena-pena lainnya patah karena tinta-tinta emas yang tertulis oleh mereka. Jika penaku harus patah, jagalah milikmu jangan sampai patah seperti punyaku. Pena itu harga diriku, pena itu juga harga dirimu.