Wingman Arrows

La Douleur Est Temporaire, La Victoire Est Toujours


Leave a comment

Ramadhanku sewaktu kecil (bagian 2)

Lho kok jadi bersambung. Biar saja lah toh waktu kecil itu khan bukan cuma 1 hari tapi bertahun-tahun jadi banyak ceritanya.

Ini cerita waktu masih tinggal di daerah Skip – Jembatan Putih ambon tempat aku menghabiskan masa kanak-kanakku. Alkisah ketika ramadhan tiba setiap tahunnya pasti ramai dan semarak. Awal dan akhir saja yang pas pertengahan ramadhan mulai surut yang taraweh. Cerita seru ini berlangsung di masjid Al-Hidayah skip yang bisa dikatakan sebagai masjid kampung. Berramai-ramai warga muslim berangkat taraweh, tidak ketinggalan juga bocah-bocal ciliknya yang kelakuannya masih dudul.

Keusilan dan kenakalan bocah sering sekali terjadi. Kejadian waktu kawan sujud malah ditarik kedua kakinya sampai dia tiarap sering terjadi. Teriakan “amin” setelah surat Al-Fatihah yang super kencang bikin kuping hampir pecah juga ada. Saat teman sholat banyak juga “tuyul-tuyul” yang mengganggu dengan kocak bahkan sholat si korban bisa sampai batal. Bocah… Oh… Bocah.

Yang paling seru itu setelah sholat taraweh usai. Kita ramai-ramai pukul bedug padahal bedugnya cuma satu. Banyak diantara para penggebug bedug tersebut sudah kabur sebelum rangkaian taraweh dan witir selesai. Selesai tarawes mereka sudah standby dibawah bedug siap dengan pemukulnya dan apa saja yang bisa digunakan. Begitu sholat witir selesai dan doa ditutup yang didalam masjid melanjutkan dengan bersalaman. Tanpa dikomando penggebuk bedug mulai beraksi. Tang…tung…dug…dug…dug… Suara bedug menggema di lembah kampung. Kadang suaranya tidak kalah dengan yang ikut acara lomba bedug. Tapi tak jarang juga suaranya cempreng tidak karuan.

Ritual pukul bedug ini dilakukan sampai semua jamaah sholat taraweh pulang. Setelah itu bocah-bocah “drumer” bedug pun pulang menyisakan keceriaan ramadhan.

Sudah lama aku tidak mengunjungi kampung tempat kecilku beranjak. Teman-teman sudah menyebar setelah kasus kerusuhan ambon pada tahun 1999. Ramadhan terakhirku dikampung itu pas sebelum kerusuhan pecah. Sekarang kami semua sudah terpencar. 10 tahun sudah, tapi ketika pulang ke ambon aku masih menjumpai para penggebuk beduk itu.

Rasa-rasanya sudah tidak ada lagi kisah seperti ini di kampung itu. Semua beruah sejak tahun 1999. Kangen rasanya memukul bedug lagi dengan kawan-kawan kecilku.


Leave a comment

Ramadhanku kok berantakan

Seharusnya ramadhan menjadi lebih baik. Ehh… Malah tambah parah. Eitz… Jangan salah sangka dulu. Parah bukan dalam artian beribadah lho.

Pernah aku berkata ramadhan 1430 H ini adalah ramadhan terbaik yang pernah aku rasakan. Terbaik ketika harus aku hadapi dengan kesendirian. Berbekal kesederhanaan sahur dan puasa yang insyaallah menjadi rahmat Allah. Tidak ada rasa kecewa sedikitpun. Alhamdulillah malah semakin mendekatkanku pada Allah.

Nah, yang parah itu soal insomnia. Karena tidak ingin terlewatkan kewajiban sholat dan sahur malah tidur tidak karuan. Ya seperti sekarang ini. Jam segini belum tidur. Biasanya setelah sholat subuh lalu tidur. Bisa dihitung aku tertidur malam sebelum sahur paling hanya 2 atau 3 malam, sisanya melek sampai sahur dan subuh.

Tidur pagi, bangun tengah hari. Kira-kira tidurku dihitung ibadah oleh Allah tidak ya? Kalo dipikir-pikir andaipun itu dapat pahala mungkin hanya super sedikit sekali. Banyak waktu terbuang percuma ketika tidur. Alasan klise yang mungkin ada dipikiranku yaitu melihat kondisi fisik dengan latar belakang insomnia. Jika kurang tidur, insomnia dan saudaranya anemia datang menemani. Bisa puyeng tuink-tuink kalau kena matahari. Pingsan malah repot, puasa bisa batal.

Hanya Allah yang tau hitung-hitungan detail semua ini. Mudah-mudahan aku mendapat ridho dari Allah dalam menjalankan hidup sebagai seorang setengah nocturnal.


1 Comment

Ramadhanku sewaktu kecil

Kalau ingat kisah ini rasanya pengen bilang sama diriku yang kecil kalau yang dilakukan itu salah. Namanya juga anak kecil masih jauh dari pemahaman logika yang baik. Jangan ditiru cerita ini ya. Dosa lho…

Sudah dari sananya kalau tanah Ambon itu panas. Lihat saja kulit penduduknya hitam-hitam. Biar hitam tapi seperti kata Om Yopie Latul, “hitam kulit manggustan, biar beta hitam tapi jadi rebutan”. Yah… Nyasar lagi deh. Intinya itu bukan lagunya om Yopie. Letak geografis dan merupakan daerah yang dikelilingi oleh lautanlah yang membuat Kota Ambon jadi begitu panas.
Continue reading


Leave a comment

6 tahun ku pakai baju gamis yang sama

Punya keluarga yang alhamdulillah sedikit lebih dari saudara kita yang kekurangan mendidikku untuk menerima apapun tanpa banyak omong. Bisa dihitung jumlah aku membelanjakan uang untuk membeli baju baru baik ketika mendekati lebaran ataupun hari-hari biasa untuk dipakai.

Baju gamis pertamaku diberikan bukan oleh orang tuaku, melainkan dari adik sepupuku. Baju berwarna hitam dengan motif kembang terjahit putih di bagian tengah. Ketika lebaran tahun 2003 aku mendapatnya. Alhamdulillah sampai sekarang masih pas dan masih bagus digunakan.

Pernah dulu aku dibelikan 2 baju gamis berwarna putih oleh oleh pacar. Satu dibeli di banjarmasin yang satunya lagi di karita, jogja. Namun kedua baju itu tidak berjodoh denganku. Salah satu baju tersebut rusak ketika aku kerja di halmahera. Ketika dicek di tempat penitipan baju ternyata sudah sobek-sobek. Sedang baju yang satunya lagi aku berikan kepada kakakku.

Sampai saat ini aku tetap senang dan akan selalu senang menggunakan baju gamis hitamku yang sudah 6 tahun menemaniku. Meskipun jarang digunakan tapi masih digunakan. Setidaknya aku masih memiliki baju gamis untuk sholat.

Alhamdulillah. Aku tidak butuh baju baru untuk mendapatkan kebahagiaan. Apa yang aku miliki ini sudah lebih dari cukup untuk menyenangkan hati ketika bersama orang-orang yang gagah dengan baju gamis mereka ketika menghadap dan bersujud kepada Allah.